Foto: Kopong Hilarius |
Pada liburan bulan Juli 2018 yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi tambak garam di Lewobuto. Tambak ini dikerjakan oleh kelompok tani yaitu Kelompok Gema Tani Pledo, Witihama, Flotim. Pekerjaan tambak garam ini dikoordinir oleh orang-orang yang pernah mengikuti latihan tambak garam di pulau Sabu dan tempat lain. Saya kagum terhadap semangat kerja teman-teman kelompok tani ini.
Ketika saya berada di lapangan, terlihat hanya separuh dari lahan seluas kurang lebih setengah hektar lahan yang beroperasi. Yang setengahnya masih diperbaiki. Lahan tambak garam ini masih bisa diperluas jika pemasaran garam lancar, kata teman-teman petani garam.
Separuh lahan itu dapat berproduksi 5 ton sekali panen dan dalam sebulan bisa di panen 3 - 4 kali. Hal ini tergantung dari intensitas sinar matahari. Katakan saja kalau sebulan 3 kali panen maka sebulan hasil panennya 15 ton garam. Jika satu karung (50kg) dijual dengan harga Rp 50. 000, maka pemasukan mereka sebulan Rp. 150.000.000,00. Ini baru hitungan secara kasar dan berdasarkan data yang sangat kasar dari 1/4 hektar luasan lahan tambak yang ada.
Sayang pada saat saya berada di lahan pertambangan garam itu, pemasaran garam ini belum berjalan lancar. Menurut para petani garam, selama ini mereka mendapat sedikit bantuan dan kunjungan dari berbagai pihak namun belum ada pendampingan yang serius terutama dalam hal pengemasan dan pemasaran hasil tambak garam mereka. Selain itu mereka pun kewalahan untuk mengangkut garam dari lokasi tambak ke Witihama, karena mereka tidak ada mobil sehingga semakin sulit untuk mendekatkan garam kepada konsumen. Para petani garam yang berbicara dengan saya sangat membutuhkan bantuan berupa mobil pick up dan pendampingan terhadap pemasaran hasil tambak mereka.
Tambak garam Lewobuto ini jika dikelola secara baik maka akan menjadi salah satu industri yang dapat diandalkan di kabupaten Flores Timur. Keberhasilan tambak garam ini akan memberi banyak peluang lapangan kerja kepada generasi muda yang kini belum memiliki pekerjaan tetap. Jika terwujud maka pemuda Flotim tidak perlu merantau ke daerah lain karena tersedia lapangan pekerjaan di Lewotana.
Sekarang bagaimana Bapak Bupati Anton Hadjon dan Bapak wakil Bupati Agus Boli menyikapi keberadaan tambak garam di Lewobuto ini. Tambak Garam ini pernah menjadi sorotan media karena panen perdananya dilakukan oleh Bapak Gubernur Frans Lebu Raya.
Semoga kita tidak berpikir bahwa keberhasilan itu ada ketika ada panen perdana yang dilakukan oleh kepala daerah tetapi keberhasilan itu jika ada keberlanjutan usaha dan peningkatan hasil produksi dan peningkatan pendapatnya para petani. Semoga Pemda Flotim tak membiarkan petani berjalan sendiri, terutama dalam memasarkan hasil garamnya! (Kopong Hilarius, Melbourne)